sekilasdunia.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru saja melakukan penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2020 di depan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Senin (9/11/2020), bahwa pembentukan Holding Perkebunan di bawah PT Perkebunan Nusantara III (Persero) dinilai tidak efektif untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan 13 PTPN lain sebagai subdiarinya.
Padahal holding ini telah dibentuk sejak 2014 silam dan tidak adanya perbaikan kinerja keuangan perusahaan hingga kondisi perkebunan yang dinilai tidak dalam standar yang sama dengan induk usahanya.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menyebutkan bahwa sejak dibentuknya Holding, bukan perbaikan yang terjadi pada kondisi perusahaan. Malah terjadi penurunan likuiditas, kecukupan modal hingga profit perusahaan.
“Akibatnya, pembentukan PTPN III (Persero) sebagai Holding BUMN Perkebunan kurang efektif dalam meningkatkan perbaikan kinerja keuangan PTPN Grup, Begitu juga dengan on farm alias perkebunan dari PTPN I, II, IV, VI. VIII, IX dan XII yang menjadi anak usahanya.” Ungkapnya, Kemarin. Rabu (11/9/2020).
BPK juga menyebutkan pembentukan Holding ini tak membuat terjadinya perbaikan komposisi umur tanaman dan tingkat produktivitas juga dinilai masih berada di bawah standar. Selain itu, juga tidak terjadi efisiensi biaya atau harga pokok produksi (HPP) di perusahaan ini meski sudah dijadikan dalam satu Holding.
“Akibatnya, tidak tercapainya target kinerja on farm pada PTPN Grup terutama produktivitas Tandan Buah Segar (TBS), HPP on farm, dan perbaikan komposisi umur tanaman sehingga tujuan pembentukan Holding BUMN Perkebunan dalam rangka perbaikan on farm tidak tercapai, Dari off farm atau pabrik kelapa sawit dan CPO juga menunjukkan bahwa penggabungan ini tidak memberikan dampak positif untuk perusahaan. Kinerja pabrik kelapa sawit yang dimiliki Holding ini juga dinilai berkinerja di bawa standar yang dimiliki oleh induk usahanya. Ditunjukkan dengan beberapa karakteristik seperti jam berhenti kerusakan pabrik, losses minyak sawit, efisiensi pengutipan minyak, efisiensi pengutipan inti sawit, kadar air minyak sawit, kadar kotoran inti sawit hingga kadar air inti sawit.Sedangkan di pabrik karet, realisasi produksi karet high grade dinilai masih berada di bawah 96% dan belum optimal. Akibatnya, pencapaian anggaran mutu kelapa sawit dan karet belum terpenuhi, produksi minyak sawit dan inti sawit, serta produksi karet high grade pada beberapa PTPN Grup belum optimal.”
Untuk itu, BPK telah memberikan rekomendasi kepada PTPN III sebagai Holding untuk memperbaiki kinerja perusahaan secara grup dan melakukan evaluasi kinerja secara rutin.
Selain itu, perusahaan juga diminta untuk menyelaraskan Key Performance Indicator (KPI) dan menyusun roadmap perbaikan komposisi umur tanaman. PTPN I, II, IV, VI. VIII, IX dan XII juga diminta untuk segera menetapkan target kinerja pabrik kelapa sawit dan karetnya dan menyesuaikan standar dengan induk usahanya.
Ram Saragih, Juru Bicara DPP LSM Pemuda dan Mahasiswa Peduli Perkebunan dan Perusahaan Negara (PMP3N) ketika dimintai tanggapannya terkait temuan BPK tersebut menyatakan tidak terkejut, karena kami sejak lama mensinyalir bahwa Korupsi di Holding Perkebunan PTPN III telah terjadi secara terstruktur, sistemik dan masif (TSM) dari hulu ke hilir.
Masyarakat juga banyak bertanya juga kesaya ucap Saragih, apa Direksi dan Komisaris muka tebal gak ada malunya, bisa hidup dengan pola mewah dan naik mobil mewah, tapi mengelola perusahaan rugi melulu, berharap suntikan PMN dan jual aset, kan gila ini. Sehingga jika Menteri BUMN tidak segera merestrukrisasi dewan direksi dan komisaris bakortiba dari PTPN 1 s/d PTPN XIV, maka kami prediksikan Holding Perkebunan paling lama dua tahun mendatang hanya tinggal nama.
“Namun yang menjadi pertanyaan kami adalah, apakah kementerian BUMN berani melakukannya?, mengingat Dirut Holding Abdul Ghoni itu ketua panitia pelaksanan pernikahan Bobby Nasution dengan Kahiyang Joko Widodo loh.” Ungkap Saragih. Kamis (12/11/2020).
Indikator akan hancurnya Holding Perkebunan ini sangatlah mudah diamati secara kasat mata saja, setiap suntikan PMN dan pinjaman sindikasi setiap tahunnya malah banyak digunakan untuk hal yang tak jelas dan susah dipertanggungjawabkan. Kemudian, cobalah turun ke kebun-kebun sekarang, mayoritas tanamannya sudah tua-tua, dana replanting sudah gak ada, kalaupun masih ada tanaman yang masih muda, akan tetapi produksinya tidak seperti kebun swasta, sehingga timbul pertanyaan apakah pupuk yang diberikan itu, adalah pupuk asli atau pupuk palsu?, kalaupun pupuk itu asli, apakah jadwal dan porsinya sudah benar?, atau jangan-jangan banyak pupuk yang lenyap dipindahkan kekebun tetangga atau kebun milik jajaran Direksi? itu adalah hal yang mungkin sering terjadi.
“Belum lagi kondisi Pabrik Kelapa Sawit dan pabrik karet sering banyak yang kinerjanya payah, perawatan dan spare partnya banyak yang pakai KW 2 dan KW 3, meskipun tertuang dalam anggaran adalah KW 1 dan itu adalah sebuah kelaziman. Kebangkrutan itulah buah dari hasil dari dugaan perbuatan praktek-praktek busuk itu, yang terjadi dari Kantor Direksi sampai ke kebun-kebun yang dilakukan secara TSM, ironisnya lagi, banyak suara kritis dari LSM dan media, kadang bukannya dijadikan masukan untuk memperbaiki kinerja, yang terjadi malah disikapi ada oknum Direksi, Manager bekerjasama dengan oknum aparat melakukan jebakan pemerasan, agar tidak dikritis dan disorot, sekarang rasakanlah itu hasilnya. “Beber Saragih.
Padahal tak kurang apa pengawasan yang secara resmi dan berkala dilakukan terhadap PTPN ini ?, ada SPI, Dewan Komisaris, DPR RI, DPRD, Pemda, Kementerian BUMN, BPK, BPKP, Kejaksaan, Polri, KPK, Serikat Pekerja, media, dan LSM, cukong kartel dan preman setempat. Mengapa bisa beda jauh kinerjanya produksi dan keuangan nya dengan kebun milik swasta, yang hanya diawasi dewan komisaris dan sistem pengawasan internal saja. Sehingga menimbulkan anekdot bahwa di PTPN yang kerja satu orang, tapi yang ngawasinya 12 orang, terbalik kondisinya di swasta yang kerja 12 orang, yang ngawasi cukup satu orang. Sebaiknya jajaran Direksi dan Komisaris Holding Perkebunan PTPN III yang saat ini dirombak habis alias diganti saja semua, sebaiknya dari kalangan Profesional saja.” Tutup Saragih.
(ims)
« Prev Post
Next Post »