sekilasdunia.com - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di berbagai sektor industri diprediksi terus meluas. Pemerintah didesak segera merespons situasi tersebut dan mengambil langkah antisipasi. Jika tidak, buruh mengancam akan menyetop produksi, yang diprediksi akan memperburuk situasi.
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengungkapkan adanya tren peningkatan PHK secara signifikan pada 2025 ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari kenaikan jumlah klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) BPJS Ketenagakerjaan pada 2025 yang rata-rata jauh lebih besar dari 2022-2024. Ketua DJSN Nunung Nuryartono mengungkapkan, jumlah klaim JKP selama Januari-April 2025 total mencapai 52.850. Jika ditarik rata-rata, pada 2025 terdapat 13.210 klaim JKP per bulan.
Angka ini meningkat tajam dari 2022 yang sebanyak 844 klaim per bulan, 2023 sebanyak 4.478 klaim per bulan, dan 2024 sebanyak 4.816 klaim per bulan. "Kalau kita cermati rata-rata klaim JKP di tahun 2025, ini mengalami kenaikan yang tajam secara berturut-turut dari Januari, Februari, Maret, dan April sehingga ini juga memberikan indikasi bahwa memang terjadi PHK yang cukup signifikan," ujarnya saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI, Jakarta, Selasa (20/5/2025). Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) melaporkan angka PHK sebesar 26.454 hingga 20 Mei 2025.
Jumlah ini diketahui bertambah dibandingkan angka PHK per 23 Maret 2025 yang dilaporkan menimpa sebanyak 24.036 orang.
Menanggapi situasi tersebut, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, pada Minggu (1/6/2025). Dalam aksi tersebut, Ketua Umum KSPN, Ristadi, menyampaikan lima tuntutan utama kepada pemerintah, dengan fokus utama pada isu impor ilegal dan ancaman PHK massal.
"Tapi intinya kita minta berantas ilegal impor. Kemudian, tegakkan hukum soal bagaimana penetapan importasi. Kami sadar betul bahwa soal impor ekspor itu sesuatu konsekuensi yang tidak bisa dihindarkan dari hubungan negara-negara lain soal perdagangan," kata Ristadi di lokasi.
Setidaknya, ada lima tuntutan buruh terhadap pemerintah, yakni:
1. Berantas praktik impor ilegal dan hukum pelaku-pelakunya;
2. Perketat aturan impor untuk melindungi industri dalam negeri, termasuk revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 sesuai janji Presiden Prabowo dalam sarasehan ekonomi nasional;
3. Ambil langkah antisipatif untuk mencegah PHK massal dan lindungi korban PHK agar mendapat haknya serta dapat kembali bekerja;
4. Wujudkan kebijakan perlindungan industri dalam negeri dan buruh aktif, sekaligus ciptakan lapangan kerja baru bagi pengangguran;
5. Tingkatkan pengawasan dan penegakan hukum (law enforcement) dalam sektor perdagangan dan industri.
Ristadi memberi ultimatum kepada pemerintah untuk segera menanggapi tuntutan tersebut secara konkret.
Ia menyebut, KSPN siap mengambil langkah yang lebih besar bila tidak ada respons pemerintah dalam waktu satu minggu hingga satu bulan.
“Kalau kemudian pemerintah tidak merespons, kami akan hentikan aktivitas produksi. Kami akan berhenti di pabrik masing-masing tidak jauh dari area kami bekerja. Kami akan berkoordinasi dengan pihak pengusaha untuk aksi,” tegasnya.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, masifnya gelombang PHK yang terjadi saat ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi global dan dalam negeri. Bahkan, ia memprediksi bahwa PHK masih akan berlanjut.
"Jangan heran kalau di bulan-bulan ke depan akan banyak industri padat karya lainnya yang akan melakukan PHK," ujar Agus. Industri padat karya adalah jenis industri yang membutuhkan banyak tenaga kerja dalam proses produksinya. Dengan penggunaa…Baca selengkapnya
« Prev Post
Next Post »