Mantan Ketua KPU Sebut Sewa Jet Pribadi Menghemat Anggaran Pemilu Rp.380 Milyar

 


sekilasdunia.com - Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menjelaskan, keputusan untuk menyewa jet pribadi justru berdampak pada penghematan anggaran dalam pelaksanaan Pemilu 2024.  Sebab dengan jet pribadi, KPU dapat memonitoring distribusi logistik dengan lebih efisien.  

"Bahwa apa yang kami kerjakan tadi itu, pilihan operasional strategis dengan menyewa pesawat pribadi itu, pada akhirnya terdapat efisiensi sekitar Rp 380 miliar untuk biaya cetak dan distribusi surat," ujar Hasyim di Pengadilan Tipikor, Jumat (16/5/2025).  

Hasyim tidak menjelaskan detail komponen anggaran yang berhasil dihemat. Namun dia menegaskan, adanya jet pribadi itu membantu kerja komisioner memastikan surat suara sampai dalam waktu terbatas. 


Selain itu, Hasyim mengatakan anggaran penyewaan jet pribadi sebenarnya juga sudah diefisiensi. Awalnya, nilai kontrak sewa jet pribadi itu sebesar Rp 65 miliar. 


Namun karena pesawat itu hanya digunakan pada saat tertentu saja, KPU hanya membayar Rp 46 miliar. 

"Jadi angka Rp 65 miliar ya, yang dibayar itu Rp 46 miliar, jadi ada efisiensi Rp 19 miliar," kata dia.  

Pada akhirnya, kata Hasyim, pemungutan suara pada 14 April 2024 juga bisa berjalan sesuai rencana.  Hasyim mengingatkan, KPU memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan pemilu terselenggara dengan baik.


"Maka apa pun yang strategis kita lakukan," ujar Hasyim.  

Jet pribadi bukan untuk distribusi logistik Hasyim Asy’ari menyatakan pihaknya menyewa jet pribadi (private jet) pada gelaran Pemilu 2024 karena butuh memantau distribusi logistik. 

“Untuk monitoring. Itu monitoring untuk distribusi logistik, bukan untuk mengirim logistik,” kata Hasyim. 

Pihak yang menumpangi jet pribadi sewaan itu adalah unsur pimpinan KPU saja. Pesawat itu tidak untuk memuat logistik pemilu. 

Apa tidak ada cara lain? “Saya mau tanya, Mas, kalau di situasi itu, Mas mau melakukan apa memastikan surat suara sampai, dengan waktu yang terbatas?” tanggapnya merespons pertanyaan wartawan.


Dia menjelaskan bahwa saat itu, durasi kampanye pemilu hanya 75 hari atau lebih singkat ketimbang durasi kampanye Pemilu 2019 yang mencapai 263 hari.


“Sehingga kami memandang perlu untuk mengambil langkah-langkah operasional strategis, untuk memastikan bahwa apa namanya, distribusi logistik itu, sampai sesuai dengan sasaran dan juga tepat waktu,” kata dia. 

KPU tidak bisa membeli tiket pesawat reguler lantaran keterbatasan jam dan rute. Maka, private jet menjadi pilihan. 

“Yang ketiga, secara anggaran sudah di masukkan dalam rencana kerja Anggara KPU dan seingat saya ya dari segi nilai kontrak,” kata dia.


Jet pribadi yang digunakan KPU itu kini berujung pada pelaporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Koalisi Antikorupsi. Koalisi Antikorupsi tersebut terdiri dari Transparency International Indonesia (TI Indonesia), Themis Indonesia, dan Trend Asia, melaporkan dugaan korupsi terkait pengadaan jet pribadi atau private jet. 

"Pada hari ini, Rabu 7 Mei 2025, Transparency International Indonesia (TI Indonesia), Themis Indonesia, dan Trend Asia melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan private jet di KPU RI tahun anggaran 2024," kata Peneliti TII Agus Sarwono di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, 7 Mei lalu. 

Alasan pelaporan itu karena pengadaan barang/jasa terkait private jet itu bermasalah, tertutup, dan dicurigai menjadi pintu masuk praktik suap. Perusahaan yang dipilih oleh KPU masih tergolong baru dan tidak punya pengalaman sebagai penyedia. 

Bahkan dikualifikasikan sebagai perusahaan skala kecil. Pelapor juga menilai peruntukan private jet tidak sesuai peruntukan, serta tidak sesuai tahapan distribusi logistik pemilu. Ada lagi temuan mereka bahwa rute private jet tidak mengarah ke daerah yang sulit dijangkau. 

Ada pula dugaan pelanggaran regulasi perjalanan dinas. Menurut Peraturan Menteri Keuangan 113/PMK.05/2012 jo PMK Nomor 119 Tahun 2023 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap, menyebutkan perjalanan dinas bagi pimpinan lembaga negara dan eselon 1 dengan menggunakan pesawat udara maksimal hanya boleh menggunakan kelas bisnis untuk dalam negeri. Sedangkan perjalanan luar negeri maksimal first class/eksekutif.

Previous
« Prev Post

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *