sekilasdunia.com - Bentrokan hebat pecah di Istanbul, Turki, pada hari Senin, di mana pasukan polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan massa yang marah.
Massa di kota itu mengamuk setelah sebuah majalah satire menerbitkan kartun yang menghina Nabi Muhammad SAW.
Insiden itu terjadi setelah jaksa agung Istanbul memerintahkan penangkapan para editor majalah LeMan atas dasar majalah itu telah menerbitkan kartun yang
"secara terbuka menghina nilai-nilai agama".
"Kantor jaksa agung telah meluncurkan penyelidikan atas penerbitan kartun di majalah LeMan edisi 26 Juni 2025 yang secara terbuka menghina nilai-nilai agama, dan surat perintah penangkapan telah dikeluarkan bagi mereka yang terlibat," kata kantor kejaksaan, yang dilansir AFP, Selasa (1/7/2025).
Salinan gambar hitam-putih yang diunggah di media sosial menunjukkan dua karakter melayang di langit di atas kota yang dibombardir.
"Salam aleikum, saya Mohammed," kata salah satu karakter kartun sambil berjabat tangan dengan karakter yang lain yang menjawab,
"Aleikum salam, saya Musa." Namun, pemimpin redaksi majalah itu; Tuncay Akgun, mengatakan kepada AFP melalui telepon dari Paris bahwa gambar itu telah disalahartikan.
"Itu bukan karikatur Nabi Muhammad," katanya.
"Dalam karya ini, nama seorang Muslim yang terbunuh dalam pengeboman Israel difiksikan sebagai Muhammad. Lebih dari 200 juta orang di dunia Islam bernama Muhammad," katanya.
"Nama itu tidak ada hubungannya dengan Nabi Muhammad," imbuh Akgun. "Kami tidak akan pernah mengambil risiko seperti itu."
Saat berita itu tersiar luas, massa pengunjuk rasa yang marah menyerang sebuah bar yang sering dikunjungi oleh staf LeMan di pusat kota Istanbul, yang memicu perkelahian dengan polisi, kata seorang koresponden AFP.
Perkelahian itu dengan cepat berubah menjadi bentrokan yang melibatkan antara 250 hingga 300 orang, kata koresponden itu. Menteri Dalam Negeri Ali Yerlikaya mengatakan polisi telah menangkap kartunis yang bertanggung jawab atas "gambar keji ini".
Polisi juga telah mengambil alih kantor majalah itu di Istiklal Avenue dan surat perintah penangkapan telah dikeluarkan untuk beberapa eksekutif majalah lainnya, tulis ajudan pers Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Fahrettin Altin, di X.
Dalam serangkaian posting di X, LeMan membela kartun itu dan mengatakan kartun itu sengaja disalahartikan untuk menimbulkan provokasi.
"Kartunis itu ingin menggambarkan kebenaran orang-orang Muslim yang tertindas dengan menggambarkan seorang Muslim yang dibunuh oleh Israel, dia tidak pernah bermaksud meremehkan agama nilai-nilai,” katanya.
Akgun mengatakan serangan hukum terhadap majalah tersebut, benteng oposisi satire yang didirikan pada tahun 1991, “sangat mengejutkan tetapi tidak terlalu mengejutkan."
“Ini adalah tindakan pemusnahan. Para menteri terlibat dalam seluruh bisnis, kartun itu terdistorsi,” katanya.
“Meniru Charlie Hebdo sangat disengaja dan sangat mengkhawatirkan,” katanya tentang majalah satire Prancis yang kantornya diserbu oleh orang-orang Muslim bersenjata pada tahun 2015.
Serangan di kantor majalah Charlie Hebdo yang menewaskan 12 orang kala itu terjadi setelah majalah tersebut menerbitkan karikatur yang mengolok-olok Nabi Muhammad SAW.
“Ada permainan di sini, seolah-olah kita mengulang sesuatu yang serupa. Ini adalah provokasi dan serangan yang sangat sistematis,” kata Akgun.
Menteri Kehakiman Yilmaz Tunc mengatakan penyelidikan telah dibuka atas dasar “penghinaan publik terhadap nilai-nilai agama."
“Tidak menghormati keyakinan kita tidak pernah dapat diterima,” tulisnya di X.
“Tidak ada kebebasan yang memberikan hak untuk menjadikan nilai-nilai sakral suatu keyakinan sebagai bahan lelucon yang buruk. Karikatur atau bentuk representasi visual apa pun dari Nabi kita tidak hanya merusak nilai-nilai agama kita tetapi juga merusak kedamaian masyarakat," paparnya.
Gubernur Istanbul Davut Gul juga mengecam “mentalitas yang berusaha memprovokasi masyarakat dengan menyerang nilai-nilai sakral kita."
“Kita tidak akan tinggal diam dalam menghadapi tindakan keji apa pun yang menargetkan keyakinan bangsa kita,” paparnya
You are reading the newest post
Next Post »